Resiko
Resiko adalah hal yang tidak akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan / aktivitas yang idlakukan manusia, termasuk aktivitas proyek pembangunan dan proyek konstyruksi. Karena dalam setiap kegiatan, seperti kegiatan konstruksi, pasti ada berbagai ketidakpastian (uncertainty). Faktor ketidakpastian inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya risiko pada suatu kegiatan. Para ahli mendefinisikan risiko sebagai berikut :
  1. Resiko adalah suatu variasi dari hasil – hasil yang dapat terjadi selama periode tertentu pada kondisi tertentu (William & Heins, 1985).
  2. Resiko adalah sebuah potensi variasi sebuah hasil (William, Smith, Young, 1995).
  3. Resiko adalah kombinasi probabilita suatu kejadian dengan konsekuensi atau akibatnya (Siahaan, 2007).

Macam Resiko
Resiko adalah buah dari ketidakpastian, dan tentunya ada banyak sekali faktor – faktor ketidakpastian pada sebuah proyek yang tentunya dapat  menghasilkan berbagai macam resiko. Resiko dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam menurut karakteristiknya, yaitu lain:
1. Resiko berdasarkan sifat
  • Resiko Spekulatif (Speculative Risk), yaitu resiko yang memang sengaja diadakan, agar dilain pihak dapat diharapkan hal – hal yang menguntungkan. Contoh: Resiko yang disebabkan dalam hutang piutang, membangun proyek, perjudian, menjual produk, dan sebagainya.
  • Resiko Murni (Pure Risk), yaitu resiko yang tidak disengaja, yang jika terjadi dapat menimbulkan kerugian secara tiba – tiba. Contoh : Resiko kebakaran, perampokan, pencurian, dan sebagainya.
2. Resiko berdasarkan dapat tidaknya dialihkan
  • Resiko yang dapat dialihkan, yaitu resiko yang dapat dipertanggungkan sebagai obyek yang terkena risiko kepada perusahaan asuransi dengan membayar sejumlah premi. Dengan demikian kerugian tersebut menjadi tanggungan (beban) perusahaan asuransi.
  • Resiko yang tidak dapat dialihkan, yaitu semua resiko yang termasuk dalam resiko spekulatif yang tidak dapat dipertanggungkan pada perusahaan asuransi.
3. Resiko berdasarkan asal timbulnya
  • Resiko Internal, yaitu resiko yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri.  Misalnya resiko kerusakan peralatan kerja pada proyek karena kesalahan operasi, resiko kecelakaan kerja, resiko mismanagement, dan sebagainya.
  • Resiko Eksternal, yaitu resiko yang berasal dari luar perusahaan atau lingkungan luar perusahaan. Misalnya resiko pencurian, penipuan, fluktuasi harga, perubahan politik, dan sebagainya.
Selain macam – macam resiko diatas, Trieschman, Gustavon, Hoyt, (2001), juga mengemukakan beberapa macam resiko yang lain, diantaranya :
1. Resiko Statis dan Resiko Dinamis (berdasarkan sejauh mana ketidakpastian berubah karena perubahan waktu)
  • Resiko Statis.  Yaitu resiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Resiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.  Contoh resiko spekulasi statis : Menjalankan bisnis dalam ekonomi stabil.  Contoh resiko murni statis : Ketidakpastian dari terjadinya sambaran petir, angin topan, dan kematian secara acak (secara random).
  • Resiko Dinamis. Risiko yang timbul karena terjadi perubahan dalam masyarakat. Resiko dinamis dapat bersifat murni ataupun spekulatif. Contoh sumber resiko dinamis : urbanisasi, perkembangan teknologi, dan perubahan undang – undang atau perubahan peraturan pemerintah.
2. Resiko Subyektif dan Resiko Obyektif
  • Resiko Subyektif. Resiko yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang yang mengalami ragu – ragu atau cemas akan terjadinya kejadian tertentu.
  • Resiko Obyektif. Probabilita penyimpangan aktual dari yang diharapkan (dari rata – rata) sesuai pengalaman.
Manajemen Resiko
Untuk dapat menanggulangi semua resiko yang mungkin terjadi, diperlukan sebuah proses yang dinamakan sebagai manajemen resiko. Adapun beberapa definisi manajemen resiko dari berbagai literatur yang didapat, antara lain :
  • Manajemen resiko merupakan proses formal dimana faktor – faktor resiko secara sistematis diidentifikasi, diukur, dan dicari.
  • Manajemen resiko merupakan metoda penanganan sistematis formal dimana dikonsentrasikan pada pengientifikasian dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan.
  • Manajemen resiko, dalam konteks proyek, adalah seni dan pengetahuan dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan menjawab faktor – faktor risiko sepanjang masa proyek.
Identifikasi dan Analisa Resiko
Tahapan pertama dalam proses manajemen resiko adalah tahap identifikasi resiko. Identifikasi resiko merupakan suatu proses yang secara sistematis dan terus menerus dilakukan untuk mengidentifikasi kemungkinan timbulnya resiko atau kerugian terhadap kekayaan, hutang, dan personil perusahaan. Proses identifikasi resiko ini mungkin adalah proses yang terpenting, karena dari proses inilah, semua resiko yang ada atau yang mungkin terjadi pada suatu proyek, harus diidentifikasi.
Adapun proses identifikasi harus dilakukan secara cermat dan komprehensif, sehingga tidak ada resiko yang terlewatkan atau tidak teridentifikasi.  Dalam pelaksanaannya, identifikasi resiko dapat dilakukan dengan beberapa teknik, antara lain:
a.     Brainstorming
b.     Questionnaire
c.     Industry benchmarking
d.     Scenario analysis
e.     Risk assessment workshop
f.     Incident investigation
g.     Auditing
h.     Inspection
i.     Checklist
j.     HAZOP (Hazard and Operability Studies)
k.     dan sebagainya
Adapun cara – cara pelaksanaan identifikasi resiko secara nyata dalam sebuah proyek, adalah :
  1. Membuat daftar bisnis yang dapat menimbulkan kerugian.Membuat checklist kerugian potensial.
  2. Dalam checklist ini dibuat daftar kerugian dan peringkat kerugian yang terjadi.
  3. Membuat klasifikasi kerugian.
a. Kerugian atas kekayaan (property).
  • Kekayaan langsung yang dihubungkan dengan kebutuhan untuk mengganti kekayaan yang hilang atau rusak.
  • Kekayaan yang tidak langsung, misalnya penurunan permintaan, image perusahaan, dan sebagainya.
b.     Kerugian atas hutang piutang, karena kerusakan kekayaan atau cideranya pribadi orang lain.
c.  Kerugian atas personil perusahaan. Misalnya akibat kematian, ketidakmampuan, usia tua, pengangguran, sakit, dan sebagainya.
Ada lima strategi alternatif untuk menangani resiko, yaitu :
1. Menghindari resiko
2. Mencegah resiko dan mengurangi kerugian
3. Meretensi resiko
4. Mentransfer resiko
5. Asuransi
1.  Menghindari resiko
Menghindari resiko merupakan strategi yang sangat penting, strategi ini merupakan strategi yang umum digunakan untuk menangani  resiko. Dengan menghindari resiko, kontraktor dapat mengetahui bahwa perusahaannya tidak akan mengalami kerugian akibat resiko yang telah ditafsir. Di sisi lain, kontraktor juga akan kehilangan sebuah peluang untuk mendapatkan keuntungan yang mungkin didapatkan dari asumsi resiko tersebut.
Contohnya : seorang kontraktor yang ingin menghindari resiko politik dan finansial berkaitan dengan proyek pada negara dengan kondisi politik yang tidak stabil, dapat menolak melakukan tender proyek pada negara tersebut. Namun demikian, apabila kontraktor tersebut menolak untuk melakukan tender, maka kemungkinan untuk mendapatkan keuntungan dari proyek tersebut juga ikut menghilang.
2.  Mencegah resiko dan mengurangi kerugian
Alternatif strategi yang kedua adalah mencegah resiko dan mengurangi kerugian. Strategi ini secara langsung mengurangi potensi resiko kontraktor dengan 2 cara, yaitu :
  • Mengurangi kemungkinan terjadinya resiko.
  • Mengurangi dampak finansial dari resiko, apabila resiko tersebut benar – benar terjadi.
Contohnya : pemasangan alarm atau alat anti – maling pada peralatan di
proyek, akan mengurangi kemungkinan terjadinya pencurian. Sebuah gedung yang dilengkapi dengan sprinkler system, akan mengurangi dampak finansial, apabila gedung tersebut mengalami kebakaran.
3.  Meretensi resiko
Retensi resiko telah menjadi aspek penting dari manajemen resiko ketika perusahaan menghadapi resiko proyek. Retensi resiko adalah perkiraan secara internal, baik secara utuh maupun sebagian, dari dampak finansial suatu resiko yang akan dialami oleh perusahaan. Dalam mengadopsi strategi retensi resiko ini, perlu dibedakan antara 2 jenis retensi yang berbeda.
  1. Retensi resiko yang terencana (planned) adalah  asumsi yang secara sadar dan sengaja dilakukan oleh kontraktor untuk mengenali atau mengidentifikasi resiko. Dengan strategi seperti itu, resiko dapat ditahan dengan berbagai cara, tergantung pada filosofi, kebutuhan khusus, dan juga kapabilitas finansial dari kontraktor itu sendiri.
  2. Retensi resiko yang tidak terencana (unplanned) terjadi ketika kontraktor tidak mengenali atau mengidentifikasi keberadaan dari suatu resiko dan secara tidak sadar mengasumsi kerugian yang akan muncul.
4.  Mentransfer resiko
Pada dasarnya, transfer resiko dapat dilakukan, melalui negosiasi, kapanpun kontraktor menjalani perencanaan kontraktual dengan banyak pihak seperti pemilik, subkontraktor ataupun supplier material dan peralatan. Transfer resiko bukanlah asuransi. Biasanya, transfer resiko ini dilakukan melalui syarat atau pasal – pasal dalam kontrak seperti : hold – harmless aggrement dan klausul jaminan atau penyesuaian kontrak. Karakeristik esensial dari transfer resiko ini adalah dampak dari suatu resiko, apabila resiko tersebut benar – benar terjadi, ditanggung bersama atau ditanggung secara utuh oleh pihak lain selain kontraktor.
Contohnya : penyesuaian pada harga penawaran, dimana kompensasi ekstra akan diberikan kepada kontraktor apabila terjadi perbedaan kondisi tanah pada suatu proyek.
5.  Asuransi
Asuransi menjadi bagian penting dari program manajemen resiko, baik untuk sebuah organisasi ataupun untuk individu. Asuransi juga termasuk di dalam strategi transfer resiko, dimana pihak asuransi setuju untuk menerima beban finansial yang muncul dari adanya kerugian. Secara formal, asuransi dapat didefinisikan sebagai kontrak persetujuan antara 2 pihak yang terkait yaitu : pengasuransi (insured) dan pihak asuransi (insurer). Dengan adanya persetujuan tersebut, pihak asuransi (insurer) setuju untuk mengganti rugi kerugian yang terjadi (seperti yang tercantum dalam  kontrak) dengan balasan, pengasuransi (insured) harus membayar sejumlah premi tiap periodenya.