PROSEDUR PENCAIRAN ANGGARAN BELANJA NEGARA
(Oleh: Abu Samman Lubis, Widyaiswara Muda)
A. Latar
belakang
Berdasarkan Undang-undang No. 17/2003 tentang Keuangan
Negara dan Undang-undang No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara telah
digulirkan Reformasi Manajemen Keuangan Pemerintah yang mengakibatkan adanya
perubahan fungsi yaitu dari fungsi yang menekankan pada fublic Financial
Administration ke fungsi Public Financial Management. Dengan perubahan fungsi
tersebut terdapat pemisahan kewenangan dan implikasinya. Pemisahan kewenangan
ditujukan untuk menjamin terciptanya mekanisme check and balance serta memperjelas
akuntabilitas masing-masing pihak yaitu menteri keuangan sebagai pembantu
Presiden dalam bidang keuangan pada hakekatnya adalah Chief Financial Officier
(CFO) Pemerintah Indonesia yang berwenang dan bertanggung jawa atas pengelolaan
aset dan kewajiban negara secara nasional, sedangkan para menteri dan pimpinan
lembaga negara adalah Chief Operational Officier (COO) yang berwenang dan
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pemerintahan sesuai bidang tugas dan
fungsi masing-masing.
Pembagian kewenangan yang jelas dalam pelaksanaan anggaran
antara menteri keuangan dan menteri teknis tersebut diharapkan dapat memberikan
jaminan terlaksananya mekanisme saling uji dalam pelaksanaan pengeluaran negara
dan jaminan atas kejelasan akuntabilitas Menteri Keuangan sebagai Bendahara
Umum Negara dan Menteri Teknis sebagai Pengguna Anggaran. Selain itu, pembagian
kewenangan ini akan memberikan fleksibilitas bagi menteri teknis sebagai
pengguna anggaran kementeriannya secara efisien dan efektif dalam rangka
optimalisasi kinerja kementeriannya untuk menghasilkan output yang telah
ditetapkan.
Dengan demikian kewenangan menteri teknis akan melaksanakan
Administrasi Beheer yang meliputi pembuatan komitmen, pengujian, dan
pembebanan, serta perintah pembayaran, sedangkan Menteri Keuangan akan
melaksanakan Comptabel Beheer yang meliputi pengujian dan pencairan dana.
Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA menunjuk Pebajat Kuasa
Pengguna Anggaran (KPA) untuk satuan kerja/satuan kerja semenara di lingkungan
instansi PA bersangkutan dengan surat keputusan. KPA adalah pejabat yang
memperoleh kewenangan dan tanggung jawab dari PA untuk menggunakan anggaran
belanja negara yang dikuasakan kepadanya. Dalam rangka pelaksanaan anggaran
belanja negara di lingkungan kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya.
Menteri/Pimpinan Lembaga dapat mendelegasikan kewenangannya kepada KPA untuk
menunjuk PPK, Pejabat Penguji SPP/Penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran.
Menteri keuangan selaku Bendahara Umum Negara (BUN)
mengangkat Kuasa BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka
pelaksanaan APBN dalam wilayah kerja yang telah ditetapkan. Kuasa BUN adalah
pejabat yang mempunyai kewenangan untuk dan atas nama BUN melaksanakan fungsi
pengelolaan Rekening Kas Umum Negara, tempat penyimpanan uang negara yang
ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan
negara dan membayar seluruh pengeluaran negara. Instansi vertikal Direktorat
Jenderal Perbendaharaan yang memperoleh kewenangan selaku Kuasa BUN adalah
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebelum menerbitkan Surat
Perintah Pencairan Dana (SP2D) terlebih dahulu melakukan pengujian secara
substansial dan formal terhadap SPM yang diterimanya.
Sejalan dengan reformasi tersebut, Departemen Keuangan
terutama unit organisasi paling terdepan seperti KPPN sebagai Kuasa BUN telah
melakukan reformasi organisasi dalam rangka memperlancar pencairan APBN.
Namun demikian berdasarkan informasi yang ada sampai akhir
Juni 2010 realisasi APBN masih rendah yaitu sebesar 36% dari total belanja
pemerintah pusat Rp 781,5. Jika dibandingkan dengan semester yang sama tahun
lalu, tingkat penyerapan anggaran kali ini sedikit lebih baik. Pada 2009,
hingga Juni 2009 penyerapan APBN hanya sekitar 31%.
Kepala Badan Anggaran DPR Harry Azhar Azis mengatakan
minimnya pemahaman standar operasional pencairan anggaran oleh para petugas
satuan kerja di K/L bisa menjadi penyebab rendahnya penyerapan anggaran. Bisa
juga karena proses administrasi yang berbelit-belit, juga mekanisme dan aturan
tender yang tidak sederhana.
Berkenaan dengan rendahnya penyerapan anggaran negara, maka
baik menteri teknis sebagai penguasa anggaran maupun menteri keuangan sebagai
Bendahara Umum Negara (BUN) harus mengetahui prosedur pencairan dan pengujian
tagihan kepada negara.
B.
Pengujian terhadap Negara
Terhadap tagihan kepada negara semua pihak harus melakukan
pengujian terhadap tagihan kepada negara. Secara umum pengujian tersebut
meliputi tiga hal pokok yaitu:
1.
Pengujian secara Wetmatigheid
Pengujian wetmatigheid dilakukan untuk mencari tahu terhadap
jawaban atas pertanyaan, apakah tagihan atas beban anggaran belanja negara itu
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku atau tidak, dan apakah
dana yang digunakan untuk membayar tagihan atas beban anggaran belanja negara
itu tersedia dalam DIPA atau tidak.
2.
Pengujian secara Rechmatigheid
Pengujian rechmatigheid dilakukan untuk mencari tahu
terhadap jawaban atas pertanyaan, apakah para pihak yang mengajukan tagihan
atas beban anggaran belanja negara itu secara formal adalah sah. Untuk
keperluan pengujian rechmatigfeid ini, maka kepada para pihak penagih diminta
untuk menunjukkan adanya surat-surat bukti, sehingga tagihan dapat
dipertanggungjawabkan. Surat-surat bukti antara lain meliputi Surat Perintah Kerja
(SPK), Surat Perjanjian/Kontrak, Kuitansi, Berita Acara Penyelesaian Pekerjaan
dan lain sebagainya.
3.
Pengujian secara Doelmatigheid
Pengujian Doelmatigheid dilakukan untuk mencari tahu
terhadap jawaban atas pertanyaan, apakah maksud/tujuan (output) dari suatu
pekerjaan sebagai pelaksanaan kegiatan/sub kegiatan itu sesuai dengan
sasaran/keluaran kegiatan dan indikator keluaran Sub Kegiatan yang tertuang
dalam DIPA atau tidak. Sebagai contoh, apabila ada pekerjaan pengadaan
barang/jasa, maka hasil pegadaan berupa sejumlah (satuan) barang/jasa memang
nyata-nyata ada sesuai dengan spesifikasi yang diminta dalam SPK/Kontrak.
Termasuk juga pengujian adanya pemborosan atau tidak, sebagai contoh untuk
perjalanan dinas yang tidak terlalu prioritas, dan atau pembelian/penggantian
ban kenderaan yang masih baru/layak digunakan.
Bendahara Pengeluaran sebagai pejabat yang mengelola uang
persediaan harus mampu menjalankan fungsi pengujian terhadap tagihan kepada
negara khususnya tagihan terhadap uang persediaan dan tagihan lain yang berada
di bawah tanggung jawabnya. Apabila bendahara pengeluaran mempunyai kemampuan
untuk melakukan pengujian secara baik dan benar maka tagihan yang diajukan
kepada negara telah benar-benar memenuhi persyaratan dan akan memudahkan pengujian-pengujian
selanjutnya yang dilakukan oleh pihak-pihak lain.
Pejabat Perbendaharan
Dalam pengelolaan keuangan negara dikenal istilah pejabat
Perbendaharaan. Yang dimaksud dengan pejabat Perbendaharaan tersebut adalah
Bendahara Umum Negara, Bendahara (Pengeluaran dan Penerimaan) dan Pengguna
Anggara/Kuasa Pengguna Anggara.
Prosedur Pencairan Anggaran
Prosedur pencairan anggaran pada kantor/satuan kerja
instansi pemerintah, melibatkan berbagai pihak yaitu:
1. Pihak
ketiga selaku rekanan/penyedia barang jasa/jasa yang mengajukan tagihan kepada
pemerintah;
2. Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) yang mengajukan SPP-LS/SPP-GUP pada suatu kantor/satuan
kerja;
3. Pejabat
penguji SPP/penerbit SPM yang melakukan pengujian SPP yang diajukan PPK dan
menerbitkan SPM pada suatu kantor/satuan kerja;
4. KPPN
selaku kuasa BUN, menerbitkan SP2D setelah menerima SPM dari kantor/satuan
kerja;
5. Pihak
perbankan selaku bank operasional KPPN yang melakukan pemindahbukuan sejumlah
uang ke rekening yang berhak, sesuai yang tersebut dalam SP2D dari KPPN mitra
kerjanya.
Prosedur pembayaran secara langsung di mulai dari adanya
tagihan kepada pemerintah, penyusunan SPP, Pengujian SPP, penerbitan SPM,
penerbitan SP2D dan terakhir dengan pemindahbukuan sejumlah uang dari rekening
kas Negara ke rekening yang berhak. Sedangkan mekanisme UP pembayaran kepada
pihak ketiga (rekanan) dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran. Sedangkan
mekanisme pencairan dari rekening Kas Umum Negara sampai ke rekening Bendahara
sama dengan prosedur LS, dimulai dengan penyusunan SPP, pengujian SPP,
penerbitan SPM, penerbitan SP2D dan terakhir dengan pemindahbukuan sejumlah
uang dari rekening kas negara ke rekening Bendahara Pengeluaran.
C. Pembayaran atas beban Anggaran Belanja
Pembayaran atas anggaran belanja negara dilakukan melalui
pembayaran Uang Persediaan dan Pembayaran Langsung (LS) untuk belanja pegawai
dan non belanja pegawai.
Adapun
dokumen yang harus dilampirkan pada SPM yang akan diajukan ke KPPN adalah
sebagai berikut.
SPM
untuk keperluan pembayaran langsung (LS) Belanja Pegawai:
1.
Daftar Gaji/Gaji Susulan/Kekurangan
Gaji/Lembur/Honor dan Vakasi yang ditandatangani oleh KPA atau pejabat yang
ditunjuk dan Bendahara Pengeluaran,
2. Surat
Keputusan Kepegawaian dalam hal terjadi perubahan pada Daftar Gaji,
3.
Surat Keputusan Pemberian
Honor/Vakasi dan SPK Lembur,
4.
Surat Setoran Pajak (SSP).
SPM
untuk keperluan pembayaran langsung (LS) Non Belanja Pegawai:
1.
Resume Kontrak/SPK atau Daftar
Nominatif Perjalanan Dinas;
2.
SPTB;
3.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak
(SSP).
SPM
untuk keperluan Uang Persediaan (UP)
Surat
Pernyataan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau Pejabat yang ditunjuk, menyatakan
bahwa uang Persediaan tersebut tidak untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
yang menurut ketentuan harus dengan LS.
UP
dapat diberikan setinggi-tingginya:
1) 1/12
dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP
maksimal Rp 50.000.000,00 untuk pagu s.d. Rp 900.000.000,00;
2) 1/18
dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP
maksimal Rp 100.000.000,00;
3) 1/24
dari pagu DIPA menurut klasifikasi belanja yang diijinkan untuk diberikan UP
maksimal Rp 200.000.000,00 untuk pagu di atas Rp 2.400.000.000,00
Perubahan
besaran UP di luar ketentuan pada butir c (1/12, 1/18, 1/24 dari pagu DIPA)
ditetapkan oleh DirekturJenderal Perendaharaan.
UP
dapat diberikan dalam batas-batas sebagai berikut:
UP
dapat diberikan untuk pengeluaran belanja barang pada klasifikasi belanja:
5211, 5212, 5221, 5231, 5241, dan 5811.
Pembayaran
yang dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu rekanan dengan UP
tidak boleh melebihi Rp 10.000.000,00 kecuali untuk pembayaran honor.
SPM
untuk keperluan pembayaran Tambahan Uang Persediaan:
1.
Rincian rencana penggunaan dana
Tambahan Uang Persediaan dari Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang
ditunjuk;
2.
Surat Dispensasi Kepala Kanwil
Ditjen Perbendaharaan untuk TUP di atas Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta
rupiah);
3.
Surat Pernyataan dari KPA atau
pejabat yang ditunjuk yang menyatakan bahwa:
a) Dana TUP tersebut akan digunakan untuk keperluan mendesak
dan akan habis digunakan dalam waktu satu bulan terhitung sejak diterbitkan
SP2D,
b) Apabila terdapat sisa dana TUP, harus disetor ke Kas Negara,
c) Tidak untuk membiayai pengeluaran yang seharusnya dibayarkan
secara langsung.
SPM
GUP (Penggantian Uang Persediaan)
1.
Kuitansi/tanda bukti pembayaran;
2.
Surat Pernyataan Tanggung Jawab
Belanja (SPTB);
3.
Surat Setoran Pajak (SSP) yang telah
dilegalisisir oleh Kuasa Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk.
Prosedur
Penerbitan SP2D
· Pengguna Anggaran atau Kuasa
Pengguna Anggaran atau pejabat yang ditunjuk menyampaikan SPM beserta dokumen
pendukung dilengkapi dengan Arsip Data Komputer (ADK) berupa soft copy (disket)
melalui loket penerimaan SPM pada KPPN.
· SPM yang diajukan ke KPPN sebagai
dasar penerbitan SP2D.
Pengujian
SPM oleh KPPN mencakup:
1.
Pengujian bersifat substansial dan
formal;
2. Pengujian
substansif dilakukan untuk:
a. Menguji
kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam SPM;
b. Menguji
ketersediaan dana pada kegiatan/sub kegiatan/MAK dalam DIPA yang ditunjuk dalam
SPM terebut;
c. Menguji
dokumen sebagai dasar penagihan;
d. Menguji
SPTB dari kepala kantor/satker;
e. Menguji
faktur pajak serta SSP-nya.
3. Pengujian
formal dilakukan untuk:
a. Mencocokkan
tanda tangan pejabat penandatanganan SPM dengan specimen;
b. Memeriksa
cara pengisian jumlah uang dalam angka dan huruf;
c. Tidak
boleh terdapat cacat dalam penulisan.
Tindak
Lanjut Hasil Pengujian SPM
-Apabila memnuhi syarat maka diterbitkan SP2D;
-Apabila tidak memenuhi syarat maka
ditolak dengan surat yang ditandatangani Kepala KPPN.
Matriks Penyelesaian Produk KPPN
No.
|
Jenis SPM
|
Batas Waktu Penyelesaian
|
1.
|
SPM UP
|
Maksimal 1 jam *
|
2.
|
SPM Penggantian UP
|
Maksimal 1 jam *
|
3.
|
SPM Tambahan UP
|
Maksimal 1 jam *
|
4.
|
SPM LS
|
Maksimal 1 jam *
|
5.
|
SPM Belanja Pegawai Induk
|
Maksimal 5 hari kerja sebelum awal bulan pembayaran
|
6.
|
SPM Belanja Pegawai Non Gaji Induk
|
5
hari kerja
|
|
*Terhitung sejak SPM diterima KPPN
dengan benar dan lengkap.
Tulisan ini memberi informasi kepada
satker-satker kementerian teknis persyaratan yang harus diperhatikan dalam
mengajukan SPM kepada KPPN. Dengan mengetahui persyaratan pencairan dana
setidaknya akan dapat mengurangi rendahnya penyerapan anggaran.
REFERENSI
Noor Cholis Madjid, Pengujian dan Pembayaran Tagihan,
Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, BPPK, 2010.
Departemen Keuangan RI, Pengelolaan Keuangan Negara,
Pusdiklat Pegawai, BPPK, 2008
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara.
Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-66/PB/2005 tentang
Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara.
Koran harian “Media Indonesia”, Jumat, 09 Juli 2010, halaman
16
Penulis:
ABU SAMMAN LUBIS
WIDYAISWARA MUDA
BALAI DIKLAT KEUANGAN PONTIANAK
Terakhir Diperbaharui (Selasa, 02
November 2010 16:05)